RSS Feed

Frederich Silaban Sang Arsitek, Simbol Kerukunan Beragama Indonesia

Posted by Mabring

Bangsa Indonesia khususnya umat Muslim mana yang tidak mengenal Masjid Istiqlal. Masjid terbesar di Asia Tenggara tersebut akan mengulang hari jadinya yang ke 36 tahun pada 22 Februari. Namun dibalik kebesaran Istiqlal, terdapat sosok luar biasa, simbol kerukunan umat beragama Indonesia yang sangat inspiratif dan punya segudang prestasi. Dialah Frederich Silaban.

Sekilas namanya terdengar akan janggal, karena nama Frederich bukanlah nama yang lazim digunakan umat Muslim, namun ia begitu eratnya dengan Istiqlal. Dan pada kenyataannya ia memang seorang Kristen Protestan yang taat, yang uniknya Frederich-lah arsitektur dari tempat peribadatan kebanggaan umat Muslim Indonesia tersebut. Maka tak heran Frederich merupakan refleksi kerukunan beragama di Indonesia, yang ironis makin pudar keberadaannya.

Lahir sebagai seorang Batak di Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912, Frederich Silaban boleh dibilang sebagai contoh otodidak jenius di bidang arsitektur. Secara formal, pendidikan putra kelima pasangan Jonas Silaban dan Noria boru Simamora itu, hanyalah setingkat Sekolah Teknik Menengah. Namun ketekunannya mempelajari arsitektur, yang ia presentasikan melalui kesertaannya di berbagai ajang sayembara rancang arsitektur dan tak jarang menjuarainya membuat Frederich dikenal dan diakui sebagai seorang arsitek/opzichter terdepan pada generasi awal Indonesia.


Dirunut dari awal Frederich menyelesaikan pendidikan formalnya di H.I.S (Hollandsch-Inlandsche School) di Tapanuli Sumatera Utara tahun 1927. Ia selanjutnya pindah ke Ibukota Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di Koningen Wilhelmina School (KWS), selesai tahun 1931. Kemudian ayah 10 orang anak tersebut sempat mengenyam pendidikan menengah atasnya di Negeri Kincir Angin pada Academic van Bouwkunts Amsterdam.

Kemudian Frederich Silaban pernah bekerja sebagai pegawai Kotapraja Batavia, Opster Zeni AD Belanda, Kepala Zenie di Pontianak Kalimantan Barat (1937) dan sebagai Kepala DPU Kotapraja Bogor hingga 1965. Terkait ketekunannya mempelajari arsitektur dan aktif mengikuti sayembara, membuatnya mahir dan dan kerap menjadi pemenangnya. Pada masa kolonial Belanda, salah satu prestasi mentereng salah satu putra terbaik tanah Batak tersebut adalah memenangi sayembara perencanaan rumah Walikota Bogor, tahun 1935.

Silaban, Masjid Istiqlal 
dan Simbol Kerukunan Beragama Indonesia 
Berbicara karya arsitektur monumental, Frederich Silaban tentu punya segudang. Namun jika dikerucutkan mana yang paling terdepan, tentu Istiqlal menjadi jawabnya. Sebagai seorang Nasrani yang terhitung taat, keputusannya untuk ikut ambil bagian dalam sayembara membuat rancang bangun Istiqlal tentu jadi cerita menarik tersendiri. Dan langkah besarnya tersebut jualah yang sekarang bisa menjadi warisan positif sebuah refleksi kerukunan umat beragama yang menyejukkan bagi Indonesia.

Masjid Istiqlal memang bukan proyek sembarangan, Sebagaimana namanya “Istiqlal” yang berarti kemerdekaan. Masjid tersebut menurut perencanaannya dahulu memang diniatkan sebagai perlambang kejayaan dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebagai perlambang kebesaran bangsa Indonesia, bangunan tersebut tentu haruslah dapat berbicara tak hanya puluhan namun hingga ratusan tahun. Dan tentu Istiqlal juga harus dapat berfungsi sebagai tempat peribadatan umat Muslim.

Ide pendirian Istiqlal berasal dari Menteri Agama RI kala itu KH Wahid Hasyim. Setelah melalui berbagai proses ide tersebut sampai kepada Presiden Soekarno yang langsung menyetujuinya. Dan dipertengahan dasawarsa 1950-an dibukalah sayembara desain masjid tersebut, untuk mendapatkan hasil terbaik. Adapun karya-karya yang turut dalam sayembara tersebut akan dinilai oleh tim juri yang beranggotakan Prof. Ir. Rooseno, Ir. H Djuanda, Prof Ir. Suwardi, Hamka, H. Abubakar Aceh dan Oemar Husein Amin dengan ketua dewan juri Ir. Soekarno.

Adanya sayembara akbar tersebut, tentu menarik minat Frederich Silaban untuk ikut serta. Namun dibalik ketertarikannya, ia merasakan pula pergolakan batin yang hebat, manakala sebagai seorang Nasrani tentu menjadi hal besar kala ia harus merancang bangun tempat peribadatan umat lain. Sempat ia mempertanyakan kepantasan dirinya untuk ikut berpartisipasi pada sayembara tersebut dalam hati. Perkara kegundahan hatinya tersebut ia adukan tak hanya kepada Tuhan untuk diberikan petunjuk, namun juga kepada Monsigneur Geisse seorang uskup asal Bogor.

“Oh, Tuhan! Kalau di MataMu itu benar, saya sebagai pengikut Yesus turut dalam sayembara pembuatan Mesjid Besar buat Indonesia di Jakarta. Tolonglah saya! Tunjukkan semua jalan-jalannya dan ide-idenya, supaya saya sukses. Akan tetapi Tuhan! kalau di MataMu itu tidak benar, tidak suka Tuhan saya turut maka gagalkanlah semua usaha saya. Bikin saya sakit atau macam-macam hingga saya tak dapat turut dalam sayembara”, begitu doa Silaban minta petunjuk Tuhan.

Akan tetapi yang terjadi Frederich Silaban ternyata sama sekali tidak mengalami hambatan apapun saat hendak mengikuti sayembara. Dengan demikian ia berkesimpulan bahwa Tuhan telah mengirimkan pertanda akan izinnya pada Silaban untuk mengikuti sayembara.

Akhirnya Silaban terus melangkah dengan karyanya yang ia beri judul ‘Ketuhanan’. Dalam desainnya tersebut Silaban menerapkan prinsip desain minimalis, dengan penataan ruangan yang terbuka di sisi kiri dan kanan bangunan utama. Hal tersebut memang dimaksudkan untuk memaksimalkan sirkulasi udara dan pencahayaan alami pada bagunan Istiqlal, kelak. Desain tersebut tak lepas dari perencanaan Masjid yang diharapkan dapat menampung hingga 100.000 jamaah.

Ternyata karya “Ketuhanan”-nya itulah yang dipilih tim juri untuk menjadi pemenang Sayembara pada 5 Juli 1955. Keputusan tersebut didapatkan setelah melawati serangkaian pertemuan baik di Istana Negara dan Istana Bogor. Istiqlal menjadi bukti monumental keberhasilan Frederich Silaban menciptakan karya besar untuk saudaranya sebangsa yang beragama Islam, tanpa mengorbankan keyakinannya pada agama yang dianutnya.

Karya Besar Arsitektur 
Silaban Lainnya
Sebagai salah satu arsitektur terpenting Indonesia pada zamannya, Frederich Silaban tentu memiliki berbagai peninggalan karya arsitektur lain yang tidak kalah agungnya. Sebut saja Gelora Bung Karno (1962), Monumen Pembebasan Irian Barat (1963), Markas TNI Angkatan Udara (1962), Tugu Monas (1960), Gedung BNI 1946 Jakarta (1960), Kantor Pusat Bank Indonesia (1958), Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata (1953), hingga Tugu Khatulistiwa, Pontianak (1938).

Atas karya dan sumbangsihnya pada negara dan juga ilmu arsitektur tersebut itulah, yang membuat tokoh yang disebut Bung Karno sebagai “by the grace of God” tersebut, disemati banyak penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri. Penghargaan dimaksud antara lain berupa tanda kehormatan Satya Lencana Pembangunan yang disematkan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1962. Penghargaan Honorary Citizen (warga negara kehormatan) dari New Orleans, Amerika Serikat. Di samping itu Qubah Mesjid Istiqlal telah diakui Universitas Darmstadt, Jerman Barat sebagai hak ciptanya, sehingga disebut sebagai “Si1aban Dom”, atau qubah Si1aban.

Setelah banyak menggores tinta emas selama perjalanan hidupnya, sosok Frederich Silaban akhirnya tutup usia di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, pada hari Senin, 14 Mei 1984, karena komplikasi beberapa penyakit yang dideritanya. Meski sosok Frederich Silaban sudah tidak lagi ada di dunia, namun peninggalan warisan manis yang tak ternilai ia jejakkan tidak dapat terlupa dan tergantikan bagi rakyat Indonesia. Semoga menginspirasi.

0 komentar:

Posting Komentar